Romo Terkasih,

Teman saya mengalami krisis iman katolik. Tapi imannya pada Tuhan, konstan. Dia tertarik pada agama kristen. (a) Khotbah dan koornya lebih menyentuh kalbu. Doanya keluar dari hati, tidak seperti di gereja Katolik, dibaca. (b) Persaudaraan mereka lebih familier. (c) Dia ragu-ragu dengan ajaran Allah Trinitas. Nasihat Romo ditunggunya.

Dari Lili, Surabaya.

Lili yang dikasihi Tuhan,

  • (1) Tuhan Yesus mengajarkan ibadat yang benar. “Kamu akan menyembah Allah bukan di Yerusalem atau di gunung” (Yoh 4:21). Yerusalem itu pusat agama. Ada Rumah Allah raksasa. Ibadatnya sangat istimewa, baju imam keemasan, ruangan penuh bunga semerbak, asap dupa harum mewangi, koornya merdu. Semua itu membuat umat terbuai & bilang, beginilah doa yang sesungguhnya. Tapi Tuhan Yesus bilang, itu bukan “menyembah” yang benar. Dan gunung adalah tempat tinggi, hening, sejuk, angin sepoi. Ada rasa nyess di hati. Rasanya Tuhan sangat dekat. Orang bilang, ini baru namanya doa. Tapi Tuhan Yesus bilang, itu bukan “menyembah” yang benar.
  • (2) “Saatnya sudah tiba. Sebab Allah itu Roh, penyembah yang benar, menyembah Allah dalam roh dan kebenaran” (Yoh 4:23-24). Tuhan Yesus mengajari murid-murid-Nya untuk berdoa tanpa bau bunga, wangi dupa, koor merdu, dan rasa nyess, tapi dalam roh dan kebenaran.
  • (3) (a) Tuhan Yesus sendiri di Getsemani berdoa sepenuh hati. Tak ada rasa nyess di hati. Hanya ada suasana sangat ngeri. Doa seperti tak sampai ke Bapa. Hanya suara daun gemerisik. Tapi roh Yesus menangkap (kebenaran) Sabda Bapa. Yesus menjawab, “Jadilah kehendak-Mu, bukan kehendak-Ku”. (b) Santa Teresia dari Avilla (1550), selama 15 tahun, mengalami doa hambar dan  kering. Seperti tak ber-jawab dari Allah. Namun dia tetap sepenuh hati berdoa. Roh Teresia menangkap di situ, kebenaran, yakni anugerah kekuatan ilahi untuk terus berbakti pada Tuhan, doanya pasti terkabul, berkat doanya banyak orang pasti diselamatkan, dan dunia pasti diubah oleh Tuhan. (c) Dalam Aliran Kebatinan, dikenal yang namanya “topo ngramé” (bertapa di tempat ramai). Di pasar yang tidak nyess sama sekali, tapi malah riuh-rendah dan bau bacin, mereka mampu menjumpai Tuhan. (c) Sama dengan Tuhan Yesus, mengajar murid-murid-Nya agar mampu menjumpai Tuhan di dalam “saudara-Ku yang paling hina” (gembel, kumuh, bau bacin, Mat 25:40).

RD B. JUSTISIANTO