1. Ini  judul  film  bagus  yang  menasihati  kita  agar  menjadi  “manusia  untuk  segala  musim”.
  2. Sir Thomas More (1477-1535) meniti kariernya dari Sarjana Hukum, pengacara biasa, lalu menjadi anggota DPR, kemudian menjadi diplomat ulung, dan akhirnya diangkat Raja Henry VIII menjadi Perdana Menteri Inggris. Dia pernah masuk biara selama 4 tahun, tapi kemudian menikah dan dianugerahi 4 anak. Pergaulannya luas, mulai dari seniman, budayawan, pejabat pemerintah sampai para pangeran. Tetapi hidupnya sangat sederhana. Dia tidak pernah   tergiur oleh uang haram. Bahkan dia berhasil memberantas korupsi di kalangan hakim dan jaksa. Ketika Raja Henri VIII yang pernah diangkat Paus menjadi Pembela Iman itu minta     cerai dan kawin lagi, dengan alasan isterinya tidak memberinya keturunan, tapi Paus tidak mengijinkannya, dia memisahkan diri dari Gereja Katolik, lalu kawin lagi sampai berkali-kali. Semua warga Negara Inggris yang pada waktu itu semua beragama katolik, diwajibkan menanda-tangani sumpah ketaatan kepada Raja dan menolak Paus. Semua warga Negara termasuk Uskup, Romo dan Suster menandatanganinya. Tapi Sang Perdana Menteri menolak-nya dan mengundurkan diri. Akibatnya, para pembangkang dibunuh. Thomas More dan Uskup London John Fisher. dipenggal lehernya. 400 tahun kemudian pada 19 Mei 1935, Paus Pius XI mengangkatnya  menjadi  Santo.
  3. Santo Thomas More adalah seorang yang punya sifat ”a man for all seasons” (manusia untuk segala musim), “Tidak lekang oleh panas, tidak lapuk oleh hujan”. “Diobong, ora kobong; digrujug banyu ora teles” (dibakar, tidak terbakar; disiram air, tidak basah). Tak ada sesuatu     atau seorangpun juga yang bisa menghalangi atau mengubah imannya. Baik ketika masih     warga negara biasa, lalu diangkat menjadi Perdana Menteri yang dihormati dan disegani,     maupun ketika Raja memerintahkan dia untuk murtad dari agama katolik dengan ancaman digusur bahkan dihukum mati, dia bergeming (tetap bertahan, tidak berubah) gigih bertahan     untuk tetap berpegang teguh pada iman dan martabatnya, tetap berperi-laku sebagai insan     luhur-mulia, tidak menyerah, tidak berubah menjadi mahluk hina penjilat pantat raja. Ibaratnya, di musim dingin dia baik hati, dan sepuluh tahun kemudian di musim panas pun dia tetap baik hati. Ketika miskin dia baik hati, dan setelah kaya tidak berubah menjadi angkuh dan kikir.
  4. Sebaliknya Raja Henry VIII. Setelah “musim”nya berubah (=dinobatkan menjadi raja Inggris) dirinya berubah. Dia mulai berani melawan perintah Allah. Berani melawan koderatnya     sendiri sebagai insan yang luhur mulia. Dia melecehkan wanita dengan cerai-kawin. Bahkan     dia melecehkan manusia dengan membunuh salah satu isterinya, Perdana Menterinya, Uskup London, dan banyak orang lagi. Banyak orang, ketika miskin mereka baik, tapi setelah kaya     tidak menyapa teman. Ketika diperlakukan baik-baik mereka baik, tapi ketika diinjak, seluruh kebun  binatang  keluar  dari  mulutnya  (anjing,  bajingan).

RD. B. Justisianto